IONECYBER.COM, Selatpanjang – Polemik terkait pembagian dana Participating Interest (PI) 10 persen dari pengelolaan Blok Migas Malacca Straits kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti dengan tegas meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk segera meninjau ulang nota kesepahaman yang telah disepakati bersama PT Imbang Tata Alam (PT ITA).
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Syaif’i Hasan, Ketua Komisi II DPRD Kepulauan Meranti. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini, pihak legislatif belum pernah menerima informasi resmi mengenai nilai pasti dana PI yang diberikan PT ITA kepada Pemda Meranti.
“Terus terang, sampai hari ini saya selaku Ketua Komisi II DPRD Kepulauan Meranti belum pernah mendapatkan informasi resmi, baik dari pemerintah daerah maupun dari PT ITA, mengenai besaran Participating Interest yang seharusnya menjadi hak daerah. Padahal dalam aturan undang-undang jelas disebutkan bahwa daerah penghasil berhak atas PI sebesar 10 persen,” ungkap politisi muda asal Pulau Rangsang itu saat diwawancarai oleh awak media.
Syaif’i bahkan menyebut bahwa informasi mengenai hanya diterimanya PI sebesar 2,5 persen oleh Meranti, ia ketahui bukan dari laporan resmi, melainkan dari pemberitaan media massa yang bersumber dari wartawan.
“Kalau informasi yang diberitakan kawan-kawan media itu benar adanya—bahwa Meranti hanya menerima 2,5 persen dari PI—maka ini tentu sangat layak dipertanyakan. Ini bukan hanya soal angka, tapi soal kedaulatan daerah dalam memperjuangkan hak-haknya,” tegasnya.
Menurutnya, fakta bahwa Pemda hanya menerima 2,5 persen dari PT ITA menunjukkan lemahnya daya negosiasi dan keberpihakan pemerintah daerah dalam membela kepentingan masyarakat. Ia menilai bahwa keputusan tersebut sangat tidak berpihak kepada kondisi fiskal dan ekonomi daerah yang masih sangat terbatas.
“Perlu digarisbawahi bahwa PI 10 persen adalah hak konstitusional daerah penghasil berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016. Jika Meranti hanya mendapatkan seperempat dari yang seharusnya, ini bukan hanya pengabaian, tapi bisa dikategorikan sebagai bentuk pengangkangan terhadap regulasi nasional,” tegasnya lagi.
Diketahui, Pemda Meranti menerima dana PI sebesar 2,5 persen melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dari PT ITA selaku pengelola wilayah kerja Blok Malacca Straits. Namun bagi Syaif’i, keputusan ini justru merugikan daerah dan mencederai semangat keadilan pengelolaan sumber daya alam.
“Kalau kesepakatan ini benar-benar final, maka baik PT ITA maupun Pemda Meranti telah mengabaikan hak konstitusional daerah sebagaimana diatur dalam regulasi resmi. Ini bisa diartikan sebagai bentuk ‘pelecehan struktural’ terhadap peraturan yang berlaku di sektor energi nasional,” ujar anggota dewan yang dikenal vokal dalam isu-isu pengelolaan migas daerah ini.
Untuk itu, lanjut Syaif’i, DPRD Meranti akan segera mendorong peninjauan ulang dan revisi terhadap isi nota kesepahaman antara PT ITA dan PT Riau Petroleum Cabang Meranti selaku badan usaha perantara dalam penerimaan PI.
Lebih lanjut, DPRD juga tengah mempersiapkan agenda pemanggilan resmi terhadap seluruh pihak terkait. Termasuk manajemen BUMD Kepulauan Meranti dan perwakilan PT ITA sebagai operator migas di wilayah tersebut.
“Pemanggilan ini akan menjadi momentum klarifikasi, sekaligus bentuk pengawasan DPRD dalam memastikan bahwa setiap rupiah dari kekayaan sumber daya alam di daerah ini benar-benar kembali kepada masyarakat,” pungkasnya.***
Sumber: jagok.co